Persahabatan
Aku Menyusulmu Sahabat
Dear my best friend, Nayla
Nay, mungkin kamu sudah melupakan aku yang sudah menjadi sahabatmu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kamu, sahabat. Aku tau, dengan kehadiranku disini, hanya akan membuatmu marah. Hingga suatu hari aku mendapat kabar bahwa kamu terkena penyakit kanker hati dan membutuhkan hati yang baru. Aku bersedia mendonorkan hatiku untuk kamu. Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku teringat ketika kita bermain, saling curhat, menangis bersama di Panti Asuhan ‘Kasih sayang’, hingga pada akhirnya kamu pergi meninggalkanku. Terima kasih sahabat, kamu sudah mau hadir di hidupku walau hanya sebentar, tapi aku sangat bahagia. Sampai ketemu sahabat…
Tertanda,
Layla
Nay, mungkin kamu sudah melupakan aku yang sudah menjadi sahabatmu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kamu, sahabat. Aku tau, dengan kehadiranku disini, hanya akan membuatmu marah. Hingga suatu hari aku mendapat kabar bahwa kamu terkena penyakit kanker hati dan membutuhkan hati yang baru. Aku bersedia mendonorkan hatiku untuk kamu. Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku teringat ketika kita bermain, saling curhat, menangis bersama di Panti Asuhan ‘Kasih sayang’, hingga pada akhirnya kamu pergi meninggalkanku. Terima kasih sahabat, kamu sudah mau hadir di hidupku walau hanya sebentar, tapi aku sangat bahagia. Sampai ketemu sahabat…
Tertanda,
Layla
Tanpa
terasa air mataku meleleh ke pipi merahku, Orang yang selama ini ku
hina, ku usir adalah sahabatku sendiri. Aku sombong, aku jahat, aku
egois dan aku menyesal. Andai kau masih hidup, aku berjanji akan kubuat
kau bahagia dan aku bakalan menolak tawaran itu. Tawaran apa?
Semua
berawal ketika aku ditawarin seseorang untuk diadopsi oleh sebuah
keluarga. Aku tinggal di Panti Asuhan ‘Kasih Sayang’. Sebenarnya Layla
duluan yang mau diadopsi oleh keluarga itu, tetapi Layla Menolak, karena
ia lebih memilih tinggal di panti asuhan bersamaku. Hingga suatu hari
keluarga itu mengadopsi ku, tentu saja aku mau, karena dari dulu aku
ingin mempunyai keluarga seperti mama dan papa. Tidak dengan Layla, ia
menatapku seolah tatapan kecewa, ia menangis dan tidak menjumpaiku di
saat aku pergi dari panti asuhan.
“Tante, bolehkah aku memanggil tante dengan mama?” Tanyaku.
“Tentu sayang… nah kita sudah sampai.” Jawab mama.
“Wahhhh, mama apakah ini rumah Nayla?”
“Iya Nayla, kamarmu berada di lantai dua, komplit dengan kamar mandi, TV, dan fasilitas lainnya.”
“Makasih ma…” Seraya memeluk mama.
“Tentu sayang… nah kita sudah sampai.” Jawab mama.
“Wahhhh, mama apakah ini rumah Nayla?”
“Iya Nayla, kamarmu berada di lantai dua, komplit dengan kamar mandi, TV, dan fasilitas lainnya.”
“Makasih ma…” Seraya memeluk mama.
Hari-hari
berlalu dan kini aku sudah bersekolah di ‘Girls Modeling School’. Tanpa
aku sadari, sikapku yang awalnya baik, rendah hati berubah menjadi
sombong dan suka pamer. Dan aku sudah tidak ingat dengan Layla.
“Permisi nona, ada surat untuk nona.” Kata bi Sum.
“Dari siapa bi.” Kataku jutek.
“Dari nona Layla.”
“Siapa itu?”
“Katanya sih, sahabat nona dulu.”
“Aku nggak punya sahabat, mana suratnya?”
“Ini nona, saya permisi dulu”
“Permisi nona, ada surat untuk nona.” Kata bi Sum.
“Dari siapa bi.” Kataku jutek.
“Dari nona Layla.”
“Siapa itu?”
“Katanya sih, sahabat nona dulu.”
“Aku nggak punya sahabat, mana suratnya?”
“Ini nona, saya permisi dulu”
Dear sahabatku Nayla.
Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Bagaimana kabar mu? Aku disini merindukanmu bersama anak panti lainnya. Bagaimana kalau liburan nanti kamu berkunjung ke sini? Aku menunggumu
Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Bagaimana kabar mu? Aku disini merindukanmu bersama anak panti lainnya. Bagaimana kalau liburan nanti kamu berkunjung ke sini? Aku menunggumu
Salam hangat,
Layla.
Layla.
“Layla? Siapa sih? Fans kali ya? Bodo amat, orang miskin nggak usah dipedulikan” Sambil merobek robek kertas.
Tanpa
terasa setahun sudah lewat, kini Layla memutuskan untuk pergi ke rumah
Nayla. Ia berharap sahabatnya senang bertemu dengannya, tetapi itu
berlaku sebaliknya. Ketika Layla sudah sampai di rumah Nayla, ia
mengetuk pintu rumahnya. Dan yang membukakan pintu adalah Nayla.
“Nayla…” Teriak Layla memelukku.
“Ihhh, lepasin. Kamu tuh siapa sih? Datang datang langsung meluk gak jelas. Apa urusanmu kesini?” Bentakku.
“Nayla, kok gitu sih? Aku ini sahabatmu Layla. “Katanya kaget.
“Sahabat? Eh, dengar ya, aku tidak tau kamu, dan tidak akan pernah mau tau. Dan ingat aku bukan sahabatmu.” Sambil membanting pintu.
“Nayla, kamu sudah berubah. Tidak seperti dulu. Bahkan kamu tidak mengingatku. Hiks” Tangis Layla meninggalkan rumahku.
“Dasar gembel” Kataku.
“Nayla…” Teriak Layla memelukku.
“Ihhh, lepasin. Kamu tuh siapa sih? Datang datang langsung meluk gak jelas. Apa urusanmu kesini?” Bentakku.
“Nayla, kok gitu sih? Aku ini sahabatmu Layla. “Katanya kaget.
“Sahabat? Eh, dengar ya, aku tidak tau kamu, dan tidak akan pernah mau tau. Dan ingat aku bukan sahabatmu.” Sambil membanting pintu.
“Nayla, kamu sudah berubah. Tidak seperti dulu. Bahkan kamu tidak mengingatku. Hiks” Tangis Layla meninggalkan rumahku.
“Dasar gembel” Kataku.
Hari-hari
berlalu, dan aku sering sekali sakit-sakitan. Mamaku membawaku ke rumah
sakit terdekat. Dokter bilang aku terkena penyakit kanker hati dan
harus mendapatkan donor hati. Mama dan papa tidak sanggup mendonorkan
hatinya karena sudah tua. Lalu papa membuatkan iklan untuk mendapatkan
donor hati dan hadiahnya 10 juta.
Setelah
tiga hari berturut-turut, akhirnya ada yang mau mendonorkan hati,
tetapi anehnya orang itu tidak mau diberi 10 juta. Orang itu ikhlas
mendonorkan hatinya buat Nayla.
Aku pun berhasil di operasi, kini aku bisa hidup kembali dan menjalani hidupku dengan tenang.
“Mama, papa siapa sih yang mendonorkan hati buat aku?” Tanyaku.
“Nggak tau namanya sayang, karena orang itu tidak mau menyebutkan namanya”
“Oh” Jawabku singkat.
“Mama, papa siapa sih yang mendonorkan hati buat aku?” Tanyaku.
“Nggak tau namanya sayang, karena orang itu tidak mau menyebutkan namanya”
“Oh” Jawabku singkat.
Hingga akhirnya aku mendapatkan surat dari Layla (isi suratnya ada di baris pertama di atas.)
Aku membacanya satu per satu kata dengan hati yang sedih. Ternyata Layla lah yang mendonorkan hatinya buat aku. Jadi selama ini Layla memang sahabatku. Ingin rasanya aku teriak sekeras mungkin, dan itu pun aku lakukan di kamarku. Aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal, aku egois terhadap sahabat yang selama ini telah ku lupakan. Dia rela berkorban demi aku bahagia. Layla andai kau masih hidup, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku akan menyusulmu Layla.
Aku membacanya satu per satu kata dengan hati yang sedih. Ternyata Layla lah yang mendonorkan hatinya buat aku. Jadi selama ini Layla memang sahabatku. Ingin rasanya aku teriak sekeras mungkin, dan itu pun aku lakukan di kamarku. Aku menangis sejadi jadinya, aku menyesal, aku egois terhadap sahabat yang selama ini telah ku lupakan. Dia rela berkorban demi aku bahagia. Layla andai kau masih hidup, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku akan menyusulmu Layla.
Aku
pun telah melayang bersama Layla, aku melihat Nisan ku berjejeran denga
Layla, aku juga melihat banyak orang menangis sedih, tetapi aku telah
bahagia bersama Layla.
Cerpen Karangan: Aisy Nadira Permata
Facebook: Aisy Nadira Permata
Facebook: Aisy Nadira Permata
Namaku
Aisy Nadira Permata, Boleh dipanggil Aisy. Aku bersekolah di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Aku lahir di Manchester, 06 Mei 2000.
Hobiku Menulis, membaca, menggambar dan mendengarkan musik. Aku tertarik dengan hal-hal yang berbau Astronomi, karena cita-citaku menjadi Astronot.
Semoga teman-teman suka dengan ceritaku…
Hobiku Menulis, membaca, menggambar dan mendengarkan musik. Aku tertarik dengan hal-hal yang berbau Astronomi, karena cita-citaku menjadi Astronot.
Semoga teman-teman suka dengan ceritaku…
No comments:
Post a Comment